Bagikan:

JAKARTA – Istilah incest atau inses sedang menjadi perbincangan hangat di Indonesia. Hubungan seksual sedarah ini menyimpan banyak risiko, di antaranya menghasilkan keturunan yang cacat fisik.

Adanya penemuan grup Facebook ‘Fantasi Sedarah’ beberapa waktu lalu cukup membuat geger warganet. Grup yang berisi 20 ribu lebih anggota itu membuat resah masyarakat karena berisi konten hubungan sedarah.

Memang, ini bukan pertama kalinya kasus inses terungkap di media. Dalam beberapa tahun terakhir, publik cukup sering dijejali berita mengenai hubungan sedarah atau inses.

Pada pertengahan tahun lalu misalnya, anak perempuan di Pati, Jawa Tengah, menjadi korban perkosaan ayah kandungnya hingga berkali-kali.

Hubungan inses dianggap tabu bagi mayoritas masyarakat Indonesia. Banyak agama melarang praktik inses karena bertentangan dengan moral dan hukum keagamaan.

Melanggar Norma Adat, Hukum, dan Agama

Inses adalah hubungan seksual antara orang-orang yang memiliki hubunga darah atau hubungan bersaudara dekat yang dianggap melanggar norma adat, hukum, dan agama.

Ada tiga ruang lingkup inses dalam defini tersebut, parental incest yaitu hubungan seksual antara orangtua dan anak. Contohnya ayah dengan anak perempuan, atau ibu dengan anak laki-laki.

Kedua adalah sibling incest yaitu hubungan antara dua saudara kandung, dan terakhir family incest yaitu hubungan seksual yang dilakuka oleh kerabat dekat, yang orang-orang tersebut memiliki kekuasaan atas anak dan masih mempunyai hubungan sedarah.

Hubungan tersebut baik garis keturunan lurus ke bawah, ke atas, maupun ke samping, misalnya paman, bibi, kakek, nenek, keponakan, sepupu, saudara kakek-nenek.

Dalam Islam, hubungan seksual maupun pernikahan dengan mahram adalah larangan mutlak.

Larangan ini bukan hanya bersifat teologis, melainkan juga etis dan sosial, demikian dijelaskan Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Kementerian Agama Arsad Hidayat.

Dalam agama Islam, ada tiga jenis hubungan yang menjadikan seseorang haram dinikahi, yaitu karena nasab (hubungan darah), semenda (hubungan karena pernikahan), dan radha'ah (hubungan karena persusuan).

Arsad menjelaskan, larangan ini bukan sekadar persoalan fikih, melainkan bentuk perlindungan terhadap potensi penyimpangan sosial dan psikologis.

Ancaman terhadap Populasi dan Keturunan

Hubungan inses juga tidak hanya dipandang sebagai sesuatu yang sangat amoral. Dari sisi sains, hubungan sedarah pun memiliki risiko yang sangat besar.

Para ilmuwan sependapat bahwa inses adalah hubungan yang dilarang karena memiliki dampak yang sangat buruk bagi populasi atau keturunan dari hasil hububungan tersebut.

Anak hasil inses akan memiliki keragaman genetik yang sangat minim dari DNA-nya. Kurangnya variasi dari DNA dapat meningkatkan peluang tejadinya penyakit genetik langka.

Bayi yang dikandung hasil inses akan memiliki risiko kelainan gen resesif.

Melansir cptsdfoundation.org, hal tersebut bisa terjadi karena anak menerima satu salinan gen dari setiap orangtua. Biasanya, gen untuk pembentukan sistem autoimun diwariskan dari masing-masing orangtua dengan materi genetik yang berbahaya digantikan oleh materi dominan.

Sewaktu individu ini hamil, mereka menurunkan variasi genetik dan gen resesif yang mereka miliki bergabung menjadi dominan pada anak. Hasilnya akan menyebabkan banyak jenin cacat bawaan.

Sementara itu, mengutip Live Science, hubungan inses dapat menyebaban skor IQ (intelligence quotient) lebih rendah, bahkan dalam beberapa kasus menyebabkan gangguan perkembangan.

Hubungan sedarah juga bisa menyebabkan anak yang dilahirkan mengalami fibrosis kistik, yaitu penyakit yang memengaruhi sel-sel yang memproduksi lendir, keringat, dan cairan pencernaan.

Gangguan tersebut menyebabkan cairan ini menjadi kental dan lengket, menyumbat tabung, saluran, dan lorong.

Anak-anak hasil inses berisiko lahir prematur serta berukuran kecil. Bayi yang lahir dari pasangan inses juga cenderung memiliki kelainan bentuk fisik, sumbing, serta cacat jantung.