Bagikan:

JAKARTA - Polemik kepemilikan Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pular Mangkir Ketek memunculkan sejumlah rumor, mulai dari isu hadiah untuk geng Solo sampai perebutan lahan migas. 

Sengketa empat pulau ini bermula dari Kementerian Dalam Negeri atau Kemendagri yang menerbitkan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang mengatur tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan, dan Pulau.

Melalalui keputusan ini, Kemendagri menetapkan bahwa Pulau Mangkir Gadang, Mangkir Ketek, Lipan, dan Panjang masuk wilayah Sumatra Utara. Keputusan ini membuat Aceh tak terima. Wakil Ketua Partai Aceh Suadi Sulaiman menegaskan, pemerintah seharusnya menghormati batas Aceh yang disepakati dalam Perjanjian Henlsinki. Suadi menilai penyerahan empat pulau ke Sumatra Utara sama saja menodai perjanjian damai Aceh dengan Indonesia. 

"Jangan mengeksploitasi Aceh itu dengan hal-hal yang bisa merusak keutuhan, baik keutuhan perdamaian maupun keutuhan NKRI," kata Suadi."Itu kan seperti mengadudombakan antara Aceh dengan Sumatra Utara," tambah bekas anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tersebut.

Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution menjawab pertanyaan awak media usai penyerahan aset lahan SMA Negeri Unggulan Sukma di Kota Gunungsitoli, Sumut, Sabtu (14/6/2025). (ANTARA/HO-Diskominfo Sumut)

Mengabaikan Komitmen Politik

Terbitnya Kepmendagri ini menimbulkan sejumlah spekulasi. Mulai dari keyakinan bahwa empat pulau ini memiliki potensi strategis, baik dari sumber daya alam, posisi geografis, sampai peluang ekonomi.  Selain itu, keputusan Kemendagri ini juga memunculkan kecurigaan agenda politik, seperti yang dituturkan Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Iwan Setiawan. 

Ia menyebut kecurigaan tersebut secara politik dikaitkan dengan keluarga mantan presiden Joko Widodo. Kecurigaan itu berdasarkan hubungan Jokowi dengan Bobby Nasution dan Mendagri Tito Karnavian. 

"Gubernur Sumut Bobby Nasution merupakan menantu Jokowi. Mendagri Tito Karnavian juga dikenal sebagai loyalisnya Jokowi,” kata Iwan Setiawan.

Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK) Ahmad Humam Hamid ikut mengomentari sengketa empat pulau yang menjadi perhatian khalayak akhir-akhir ini. Humam Hamid menilai keputusan pemerintah pusat diambil secara sepihak tanpa proses dialog terbuka.

Bagi masyarakat Aceh, pulau-pulau tersebut lebih dari sekadar titik peta. Pulau-pulau ini adalah bagian dari ruang simbolik yang menyimpan memori konflik, perjuangan otonomi, dan perjanjian damai yang diperoleh dengan pengorbanan besar.  Sehingga, keputusan ini menimbulkan ketidakadilan terutama bagi masyarakat Aceh.

“Di mata masyarakat Aceh, ini bukan sekadar pengalihan wilayah, melainkan pengabaian atas martabat dan komitmen politik pascadamai,” kata Humam. 

Untuk itu, Humam menilai pemindahan kepemilikan empat pulau dari Aceh ke Sumtra Utara tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga menghadirkan luka simbolik yang mendalam bagi masyarakat Aceh. 

"Masyarakat tidak hanya berurusan dengan kekerasan fisik. Tapi kekerasan simbolik itu jauh lebih berbahaya," kata Humam lagi. 

Lebih jauh Humam juga menyoroti pendekatan yang dilakukan Mendagri Tito Karnivan dalam polemik ini. Menurutnya, Tito mencerminkan ketidakpekaan terhadap realitas historis dan kultural setempat. 

"Kita enggak usah ngomong MoU Helsinki, kita ngomong saja realitas sosiologis bahwa kalau kita buat survei hari ini diam-diam kepada tetua nelayan dari Sibolga sampai ke Singkil, mereka mengakui kepulauan itu milik Aceh. Itu historis," kata Humam.

Potensi Sumber Daya Alam

Humam juga menyoroti potensi lainnya yang membuat empat pulau di Aceh menjadi sengketa dengan pemerintahan Sumtra Utara, yaitu potensi geografis, potensi sumber daya alam, potensi ekowisata dan konservasi laut, serta potensi pariwisata. 

Saat sengketa empat pulau ini mengemuka, Gubernur Sumut Bobby Nasution mengungkap keinginannya berkolaborasi dengan pemerintah Aceh mengolah kekayaan alam di wilayah empat pulau tersebut.

"Kami ingin sama-sama potensinya dikolaborasikan. Artinya kalaupun ada sumber daya alam, ada potensi pariwisata, semuanya kami harapkan bisa dikelola bersama-sama," kata Bobby.

Menurut data Kementerian Energi Sumber Daya Mineral pada 2022, wilayah lepas laut Singkil memiliki potensi migas yang cukup besar. Ini berdasarkan pada hasil pengeboran yang dilakukan di Wilayah Kerja (WK) Andaman.

Mengutip laman resmi Kementerian ESDM, pengeboran yang dilakukan Premier Oil telah berhasil menemukan cadangan gas di Sumur Timpan WK Andaman II. Dengan penemuan tersebut, Pemerintah berharap pengeboran yang dilakukan di Andaman III juga mendapatkan hasil menggembirakan.

Massa aksi mendatangi kantor Gubernur Aceh menyuarakan terkait polemik empat pulau yang kini bersengketa dengan Sumatera Utara, di Banda Aceh, Senin (16/6/2025). (ANTARA/Rahmat Fajri)

Selain WK Andaman I, II dan III, potensi migas di Aceh juga diharapkan dari WK Offshore North West Aceh (Meulaboh), serta WK Offshore South West Aceh (Singkil) yang ditawarkan melalui penawaran langsung (joint study). Meski potensi migas di Singkil dan Meulaboh diperkirakan cukup besar, namun ada tantangan yang harus dihadapi yaitu kondisi geologi yang kompleks.

Kendati demikian, Badan Pengelola Migas Aceh menegaskan empat pulau itu belum pasti memiliki kandungan migas yang ekonomis.

Kepala BPMA Nasri Djalaldi Banda Aceh, Kamis, mengatakan bahwa empat pulau yang sedang menjadi polemik itu berdekatan dengan wilayah eksplorasi migas yang dilaksanakan Conrad Asia Energy (blok Singkil).

Sebagai informasi, BPMA telah melaksanakan penandatanganan kontrak kerja sama dengan Conrad Asia Energy Ltd untuk wilayah kerja offshore South West Aceh/OSWA (blok Singkil) pada Januari 2023 dengan luasan wilayah kerja 8.200 km2.

Conrad Asia Energy menjadi perusahaan pemenang lelang wilayah kerja penawaran langsung tahap I tahun 2022 oleh Kementerian ESDM.