JAKARTA – Grup Facebook ‘Fantasi Sedarah’ tengah menjadi sorotan karena berisi konten mengenai ketertarikan seksual dengan anggota keluarga atau inses.
Grup ‘Fantasi Sedarah’ ini diketahui warganet sekitar pekan lalu dan ramai-ramai melaporkannya kepada pemerintah agar tak hanya menutup grup tersebut, tapi juga menangkap mereka yang terlibat di dalamnya.
Sudah ada enam tersangka, yang merupakan admin dan anggota grup tersebut, ditangkap oleh tim kepolisian gabungan di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, Lampung, dan Bengkulu.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Himawan Bayu Aji mengatakan keenam tersangka diancam hukuman pidana 15 tahun dan denda maksimal Rp6 miliar.
Dalam unggahannya di media sosial X, Rifka Annisa Women Crisis Center mengungkapkan, rumah tidak selalu menjadi tempat yang aman karena mayoritas pelaku kekerasan adalah orang terdekat.
Kasus Inses Sering Terjadi
Inses dapat diartikan sebagai perilaku atau aktivitas seksual dengan seseorang dari keluarga dekat. Secara sederhana, banyak kalangan mendefinisikan inses sebagai hubungan sedarah.
Laman Navigate Health UK menyebut inses masuk dalam kategori sexual abuse atau kekerasan seksual atau pelecehan seksual intrafamilial, meskipun inses dapat mencakup hubungan konsensual dan non-konsensual antara orang dewasa yang berhubungan satu sama lain.
Meski terdengar mengerikan dan menurut kebanyakan orang perilaku inses adalah sesuatu di luar nalar, kenyataannya hubungan sedarah sering terjadi, termasuk di Indonesia.

Beberapa kasus inses pernah terungkap dan menggempar publik. Pada awal Mei lalu, seorang pengemudi ojek online (ojol) bernama Muhammad Yusuf Ansari menerima orderan dari aplikasi untuk mengantar paket berisi kain.
Saat membuka sedikit kait pembungkus, Yusuf kaget melihat wajah bayi dan melaporkannya ke pihak berwenenang. Setelah diselidiki, bayi yang sudah meninggal itu hasil hubungan sedarah abang dan adik.
Publik juga dihebohkan dengan kasus inses antara ayah dan anak di Banyumas pada Juni 2023. Hubungan keduanya, yang terjadi sejak 2012, mengakibatkan tujuh bayi meninggal dunia.
Di lampung, pria berinisial KM (46) ditangkap karena melakukan tindakan asusila terhadap anak kandungnya KJ (21) hingga hamil dengan usia kandungan delapan bulan.
Hubungan terlarang antara kakak dan adik juga pernah terjadi di Bintara, Bekasi Barat. Kasus hubungan sedarah itu terungkap setelah polisi mengusut penemuan mayat bayi perempuan hasil hubungan inses tersebut.
Angka Hubungan Inses Tinggi
Komnas Perempuan mencatat inses atau hubungan seksual sedarah merupakan kasus kekerasan seksual terbanyak yang dialami anak perempuan.
Menurut Catatan Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2019 dari Komnas Perempuan, dari 2.341 kasus kekerasan terhadap anak perempuan ada 770 kasus yang merupakan hubungan inses.
Angka ini yang paling besar dari kategori lainnya, yakni kekerasan seksual 571 kasus, kekerasan fisik 536 kasus, kekerasan psikis 319 kasus dan kekerasan ekonomi 145 kasus.
Hubungan inses juga didapati sebagai kasus dengan jumlah terbanyak dalam kekerasan seksual dalam ranah keluarga dan personal. Jumlahnya sebesar 822 kasus. Disusul perkosaan sebanyak 792 kasus dan persetubuhan sebanyak 503 kasus.
Bagi sebagian orang, kekerasan seksual apalagi yang terjadi di rumah sendiri adalah sesuatu yang tak pernah terpikirkan. Karena pada dasarnya, rumah seharusnya menjadi tempat yang paling aman untuk sebuah keluarga, utamanya anak.
BACA JUGA:
Namun berita-berita soal hubungan inses mungkin mengubah anggapan ini. Rifka Annisa Women’s Crisis Center (RAWCC) menyoroti kasus menjijikan inses. Ada beberapa aspek penting yang menurutnya perlu menjadi perhatian di balik situasi tersebut.
Rumah, menurut RAWCC tidak selalu menjadi tempat yang aman karena mayoritas pelaku kekerasan seksual adalah orang terdekat.
Sepanjang 2024, pendampingan Rifka Annisa menemukan bahwa 78 persen pelaku merupakan keluarga sendiri (ayah kandung, mantan suami, sepupu) dan pasangan (suami, pacar, mantan pacar).
Ini terjadi karena dalam relasi intim ada aspek peran dan kedekatan yang digunakan pelaku untuk menekan, mengancam, memanipulasi, dan mengendalikan perilaku korban. Hal inilah yang membuat korban sulit berbicara, sulit dipercaya, dan sulit diselamatkan.
Dominasi Kuasa Pelaku
Rifka Annisa juga kembali menegaskan bahwa kekerasan seksual adalah soal dominasi kuasa, bukan korban yang ‘menggoda’. Pernyataan ini merujuk pada kenyataan bahwa tak jarang publik menyalahkan korban dalam kasus kekerasan, salah satunya tentang pakaian apa yang dipakai korban.
Dalam kasus inses yang ada di grup Facebook ‘Fantasi Sedarah’ ada seorang anggota yang bercerita bagaimana ia ‘tergoda’ dengan anaknya yang usianya bahkan masih satu tahun.
“Lagi-lagi, kekerasan seksual adalah soal upaya mengontrol korban. Gender dan usia sering digunakan sebagai alat dominasi, tubuh anak dan perempuan jadi target karena dianggap paling lemah dan bisa dikontrol,” tulis Rifka Annisa Women’s Care Center di akun X.
“Di situ, pelaku memaksakan kehendaknya karena merasa punya kuasa, sebagai orangtua, pasangan, sebagai orang yang berhak. Dan, saat kita menyalahkan korban, kita sedang melanggengkan kuasa itu,” imbuhnya.

RAWCC menegaskan, keberadaan grup ‘Fantasi Sedarah’ yang berisi lebih dari 20 ribu anggota lebih dari sekadar kasus viral. Menurutnya, ini adalah “cerminan ekosistem kita”.
Jadi, fenomena inses tidak akan benar-benar hilang dengan hanya membubarkan grup ‘Fantasi Sedarah’. Pola pikir, relasi kuasa, dan sistem yang membiarkannya akan membuat fenomena menjijikan ini tetap langgeng.
“Jika kita diam, kita ikut melanggengkan. Jika kita menyalahkan korban, kita memperkuat pelaku. Jika kita tak acuh, maka kekerasan berikutnya tinggal menunggu waktu,” pungkasnya.