X Corp Gugat New York untuk Hentikan Undang-undang Ujaran Kebencian di Media Sosial
JAKARTA – X Corp, perusahaan yang mengembangkan platform X, menggugat New York pada Selasa, 17 Juni 2025. Gugatan ini diajukan untuk melawan undang-undang yang mengatur media sosial.
Menurut X, UU Stop Menyembunyikan Kebencian yang berlaku di New York telah melanggar Amandemen Pertama dan konstitusi negara bagian. Pasalnya, UU tersebut mewajibkan media sosial untuk mengungkap cara mereka dalam memantau ujaran kebencian.
X dan aplikasi media sosial lainnya juga harus mengungkapkan cara mereka dalam mengamati ekstremisme, disinformasi, pelecehan, hingga campur tangan politik asing di platformnya. Bagi X, pemerintah tidak seharusnya ikut campur dalam hal ini.
"Memutuskan konten apa yang dapat diterima di platform media sosial menimbulkan perdebatan yang cukup panjang di antara orang-orang yang berakal sehat tentang di mana harus menarik garis batas yang benar," kata X, dilansir dari Reuters. "Ini bukan peran yang dapat dimainkan oleh pemerintah."
Baca juga:
- Regulator Italia Selidiki DeepSeek terkait Risiko Informasi Palsu
- Threads Uji Coba Fitur Spoiler, Bisa Tutupi Teks dengan Informasi Penting
- EA Tunjuk Garnier Jadi Mitra Skincare Resmi EA SPORTS FC Mobile Festival 2025
- Ekraf Bersama AGI dan BINUS University Dorong Industri Gim Lokal melalui Gameseed 2025
X mengajukan gugatannya ke pengadilan federal Manhattan. Dalam surat gugatan yang mereka serahkan, X mengutip pernyataan dari dua legislator yang mensponsori aturan tersebut.
Kedua legislator, salah satunya anggota Partai Demokrat, Letitia James, menyatakan bahwa X, khususnya Elon Musk, memiliki catatan yang mengganggu dalam memoderasi konten di platformnya. Bahkan, X dan Musik disebut 'mengancam fondasi demokrasi kita'.
Seluruh media sosial yang beroperasi di New York harus mematuhi UU yang digugat X agar terhindar dari denda. Jika pemilik aplikasi tidak mau mengungkapkan langkah-langkah dalam memoderasi kontennya, mereka akan dikenakan denda perdata sekitar 15 ribu dolar AS (Rp245,2 juta) per harinya untuk masing-masing pelanggaran.